Isu.co.id Situbondo, Jumat 19 September 2025 – Aktivis senior Situbondo, Amirul Mustafa, kembali meluapkan kritik tajam terhadap gebrakan Bupati Situbondo yang belakangan ini menuai sorotan publik. Mulai dari rendahnya daya serap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), program peningkatan UMKM yang dinilai jalan di tempat, hingga penunjukan pejabat pelaksana tugas (PLT) yang dianggap tidak jelas, kini Amir menyoroti langkah Bupati membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Premanisme.

Menurut Amir, pembentukan Satgas tersebut justru menimbulkan tanya besar sekaligus ironi. Ia menilai, kehadiran Satgas Terpadu Penanganan dan Pembinaan Organisasi Kemasyarakatan yang terafiliasi dengan kegiatan premanisme itu terkesan prematur dan tidak memiliki urgensi nyata. Terlebih, keanggotaan Satgas justru melibatkan unsur sipil yang aktif di sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Lebih jauh, posisi ketua Satgas pun diserahkan kepada seorang sipil, yang menurutnya sangat tidak lazim.
“Bagaimana bisa? Sipil yang seharusnya menjadi objek pembinaan justru dijadikan ketua Satgas. Apa tidak lucu ini?” ungkap Amir dengan nada satir.
Berdasarkan catatan, Bupati Situbondo resmi menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 100.3.3.2/18431.013/2025 tertanggal 8 September 2025 tentang pembentukan Satgas Terpadu Penanganan dan Pembinaan Ormas terafiliasi premanisme. Tujuan pembentukan Satgas ini disebut-sebut untuk menjaga stabilitas keamanan, ketertiban masyarakat, serta menciptakan iklim investasi yang kondusif di Situbondo.
Namun, menurut Amir, langkah ini justru menimbulkan tanda tanya besar dari kalangan masyarakat. “Faktanya, di Situbondo tidak ada organisasi kemasyarakatan yang terafiliasi premanisme. Tupoksi Satgas juga tidak jelas, konsep kerjanya kabur, bahkan kinerjanya belum bisa diukur,” ujarnya.
Lebih jauh, Amir menegaskan bahwa keanggotaan Satgas yang melibatkan sipil bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi, yakni Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Nomor 61 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut, struktur Satgas semestinya diisi oleh pejabat pemerintah atau aparat negara yang memiliki kewenangan formal serta akuntabilitas publik.
“Di pusat, Ketua Satgas dipegang Kabareskrim. Maka di daerah seharusnya dijabat Kasat Reskrim atau pejabat struktural yang berwenang. Bukan sipil yang tidak memiliki kapasitas administratif negara. Ini melampaui kewenangan dan berpotensi menimbulkan maladministrasi serta penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.
Sebagai bentuk sikap resminya, Amir mengaku telah mengirimkan surat keberatan administratif kepada Bupati Situbondo. Ia menilai SK pembentukan Satgas Anti Premanisme tersebut cacat prosedural dan tidak sah secara yuridis formil. “Ini bertentangan dengan asas legalitas serta asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” jelas Amir.
Ia berharap, keberatan yang diajukan segera ditindaklanjuti dan dikaji ulang oleh Bupati Situbondo. Amir mendesak agar SK pembentukan Satgas Anti Premanisme dicabut, kemudian disusun ulang sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Ke depan, Bupati harus menjamin setiap keputusan yang dibuat berdasarkan asas kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas publik. Jangan sampai keputusan yang keluar justru menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat,”
Jika surat Pernyataan Keberatan ini tidak di indahkan oleh Bupati Maka Rencananya Saya Amirul Mustafa Akan Melayangkan Gugatan ke PTUN. Karena Penyampaian Surat ini Sebagai syarat untuk mengajukan gugatan Ke PTUN, biar Putusan Pengadilan Tata Usaha negara ini yang memutuskan Ke absahan SK tersebut sah secara hukum atau tidak.pungkas Amir.
(Red/Tim Biro Situbondo Jatim)