Berita

Konflik Tanah Ijen Terus Berlarut, Pemkab Bondowoso dan Pemprov Jatim Dinilai Gagal Total

Redaksi
×

Konflik Tanah Ijen Terus Berlarut, Pemkab Bondowoso dan Pemprov Jatim Dinilai Gagal Total

Sebarkan artikel ini

Isu.co.id Bondowoso, 21 Juli 2025 :Ratusan bahkan ribuan kepala keluarga di Kecamatan Ijen, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, hingga kini masih hidup tanpa kepastian hukum atas tanah tempat tinggal mereka. Padahal, mereka telah menghuni kawasan itu secara turun-temurun selama puluhan bahkan ratusan tahun, sejak masa penjajahan Belanda. Meski menjadi bagian dari struktur administratif negara—warga yang sah dan terdaftar—ironisnya, mereka tak memiliki satu pun hak legal atas tanah mereka sendiri.

Keterangan Fhoto: Salah satu contoh hunian warga yang berada di kawasan hutan Perhutani dah Perkebunan PTPN XII

Kondisi memprihatinkan ini bukan hanya menjadi cerminan ketimpangan struktural, melainkan juga menelanjangi kegagalan total Pemerintah Kabupaten Bondowoso dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam melindungi warganya sendiri.

Warga Hidup di Tanah Sendiri yang Dianggap Milik Negara.

Kecamatan Ijen, yang terdiri dari enam desa Di Sempol, Kalisat, Jampit, Kalianyar, Kaligedang, dan Sumberrejo—tidak memiliki satu jengkal pun tanah yang berstatus hak milik. Seluruh lahan dikuasai oleh tiga institusi:

Perhutani KPH Bondowoso (melalui kawasan hutan produksi dan hutan tidak produktif),

PTPN XII (melalui Hak Guna Usaha/ HGU),

Balai Besar KSDA (melalui status Cagar Alam Kawah Ijen).

Salah satu titik paling mencolok adalah Petak 102 dan 103 RPH Blawan milik Perhutani, yang sudah lama tidak produktif. Kawasan tersebut bahkan terdiri atas batuan keras (rejing) yang tidak dapat ditanami. Namun, tetap dipertahankan dalam klaim kawasan hutan dan tidak pernah diberikan kepada warga yang telah menempatinya selama puluhan tahun.

“Kami sebut ini bukan hanya ketidakadilan, tapi kejahatan struktural yang dilakukan dengan cara diam,” tegas Eko Febrianto, Ketua LSM Siti Jenar.

Keterangan Fhoto: Salah satu contoh hunian warga yang berada di kawasan hutan Perhutani dah Perkebunan PTPN XII

Pemkab Bondowoso Cuci Tangan dari Kewajiban Konstitusional:

Eko menyampaikan bahwa sikap Pemerintah Kabupaten Bondowoso selama ini adalah diam, membiarkan, dan enggan terlibat aktif menyelesaikan akar masalah. Padahal, dengan wewenang dan amanat konstitusi sebagai pelayan publik, Pemkab seharusnya menjadi pihak terdepan yang memperjuangkan hak atas tanah bagi warganya.

Trending :
Polres Situbondo Tangkap 4 Warga Besuki Kedapatan Main Judi Online Berikut Barang Bukti

“Tidak pernah ada keberanian politik dari Bupati, tidak ada dorongan dari DPRD, tidak ada rencana aksi daerah. Mereka seolah nyaman melihat rakyatnya hidup tanpa kepastian,” ujar Eko.

Ia menilai bahwa dari satu periode kepemimpinan ke periode berikutnya, Pemkab hanya mewarisi pola kelambanan yang sama: tutup mata, alihkan tanggung jawab, dan menormalisasi penderitaan warga.

Pemprov Jatim Dinilai Lebih Gagal: Tidak Pernah Hadir, Tidak Mau Peduli.

Tak hanya Pemkab, Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun dinilai sama buruknya. Sebagai otoritas di bidang kehutanan, agraria, dan penataan ruang wilayah, Pemprov Jatim seharusnya dapat mengoordinasikan langkah-langkah konkret bersama Perhutani, PTPN XII, dan kementerian terkait. Namun faktanya, selama bertahun-tahun, tidak ada satu pun langkah nyata dari Pemprov Jatim untuk menyelesaikan konflik di Ijen.

“Gubernur, Dinas Kehutanan, Dinas Agraria Provinsi—semua diam. Ini bukan lagi lalai, tapi bukti bahwa mereka tidak pernah menganggap rakyat Ijen sebagai bagian penting dari Jawa Timur,” tegas Eko.

LSM Siti Jenar menyoroti bahwa dengan mengabaikan hak warga Ijen, Pemprov Jatim sejatinya telah mencederai mandat konstitusionalnya sendiri. Apalagi, semua regulasi sudah tersedia. Permen LHK No. 7 Tahun 2021 secara tegas memberi ruang kepada Pemda dan Pemprov untuk mengajukan pelepasan kawasan hutan untuk masyarakat yang telah tinggal secara turun-temurun.

“Jika mereka masih bersembunyi di balik alasan teknis, maka jelas sekali bahwa yang kurang adalah nyali, bukan dasar hukum,” imbuhnya.

Sejarah yang Dilupakan: Rakyat Bukan Pendatang, Tapi Keturunan Sah.

Eko mengingatkan bahwa warga Ijen bukanlah penggarap liar, melainkan keturunan pekerja masa kolonial dari Boswezen (cikal bakal Perhutani) dan PTPN XII yang dulu dikuasai Belanda. Mereka direkrut sejak 1858 untuk membuka hutan dan sejak 1890 untuk mengelola kebun kopi oleh David Birne.

Keterangan Fhoto: Salah satu contoh hunian warga yang berada di kawasan hutan Perhutani dah Perkebunan PTPN XII

Setelah kemerdekaan, bukannya diberi pengakuan dan hak, mereka justru dipinggirkan secara struktural, seakan-akan pendatang gelap di atas tanah yang dibangun oleh darah dan keringat leluhurnya sendiri.

Trending :
Pelanggaran Legalitas Kosmetik Fallin Beauty Terungkap, BPOM Diminta Bertindak

Usulan Solusi: Petak 102–103 Harus Dilepaskan untuk Rakyat

LSM Siti Jenar menyerukan agar Pemkab dan Pemprov segera:

1. Mengusulkan pelepasan Petak 102 dan 103 dari status hutan tidak produktif,

2. Menyusun rencana tata ruang berbasis permukiman rakyat,

3. Melibatkan kementerian terkait untuk percepatan redistribusi tanah,

4. Melindungi hak masyarakat atas sejarah dan hak hidup layak.

Jika tidak, kata Eko, konflik ini hanya akan menjadi bara dalam sekam yang siap meledak kapan saja.

Banyuwangi Bisa, Mengapa Bondowoso dan Pemprov Takut?

Sebagai pembanding, Eko menyebut keberhasilan Pemkab Banyuwangi dalam menyelesaikan persoalan serupa di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, yang berhasil mendorong pelepasan kawasan hutan untuk pemukiman warga.

“Di sana pemerintah hadir, di sini pemerintah sembunyi. Di Banyuwangi pemimpinnya punya hati dan keberanian. Di Bondowoso dan Pemprov Jatim? Lemah dan pengecut,” tegasnya.

Peringatan Terbuka: Kesabaran Rakyat Ada Batasnya.

LSM Siti Jenar memberi waktu kepada Pemkab dan Pemprov untuk menindaklanjuti persoalan ini secara resmi. Jika dalam waktu dekat tidak ada rencana aksi yang konkret, pihaknya akan:

Melaporkan ke Komnas HAM dan Ombudsman RI,

Mengajukan permohonan langsung ke Kementerian LHK dan ATR/BPN,

Melakukan mobilisasi massa dan aksi sosial besar-besaran sebagai bentuk perlawanan.

“Kami tidak akan tinggal diam melihat rakyat diperlakukan seperti sampah oleh negara. Jika pemimpin tidak berani bertindak, maka rakyat yang akan mengambil alih langkah,” pungkas Eko.

Keterangan Fhoto: Ketua Umum LSM SITI JENAR yang juga Direktur PT Siti Jenar group Multimedia Eko Febrianto.

Catatan Redaksi:

Kondisi yang terjadi di Kecamatan Ijen adalah skandal agraria yang dibiarkan oleh negara selama puluhan tahun. Pemerintah Kabupaten Bondowoso dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur hari ini dihadapkan pada pilihan moral: melindungi rakyat atau terus berpihak pada sistem yang menindas. Rakyat menunggu, tapi tidak akan menunggu selamanya.

(Red/Tim-Biro Investigasi Siti Jenar Group Multimedia)

error: