Isu.co.id Bondowoso, Jawa Timur — Kamis, 14 Agustus 2025. Upaya penertiban lahan negara di wilayah Kabupaten Bondowoso mencapai babak baru. Perum Perhutani KPH Bondowoso, dengan dukungan penuh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) kemitraan dengan petani setempat untuk mengelola total 94,9 hektar lahan hutan secara sah, produktif, dan berkelanjutan.
Kesepakatan ini meliputi tiga lokasi strategis:
Desa Sumberwaru, Kecamatan Binakal — seluas 77,4 hektar di petak 13 dan 14.
Desa Grujugan, Kecamatan Grujugan — seluas 15 hektar di petak 51A RPH Wringintapung BKPH Bondowoso.
Desa Karanganyar, Kecamatan Tegalampel — seluas 2,5 hektar.
Penandatanganan dilakukan di Aula Perhutani Bondowoso, disaksikan langsung oleh Kepala Kejari Bondowoso Dzakiyul Fikri, pejabat Dinas Pertanian, Kepala BPN, unsur Muspika, dan para perwakilan petani.
Administratur Perhutani KPH Bondowoso, Misbakhul Munir, menjelaskan bahwa kemitraan ini merupakan hasil mediasi panjang untuk mencari jalan keluar terbaik dalam pengelolaan lahan. Dengan skema ini, masyarakat tetap dapat memanfaatkan kawasan hutan untuk kegiatan kehutanan dan pertanian, seperti kopi dan palawija, dengan sistem bagi hasil 70 persen untuk petani dan 30 persen untuk Perhutani.
“Alhamdulillah semua pihak menyepakati pola kemitraan ini. Petani memperoleh kepastian usaha dan hak kelola, sementara Perhutani tetap menjaga fungsi dan kelestarian hutan,” ujarnya.
Munir menambahkan, di Desa Sumberwaru sebanyak 87 petani anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) telah lebih dulu menandatangani PKS beberapa bulan lalu. Sementara itu, di Desa Grujugan baru 9 petani dari rencana 50 yang masuk pada tahap awal ini. Adapun di Karanganyar, lahan yang sebelumnya berstatus tanah pinjaman atas nama bupati untuk Tanah Kas Desa (TKD) kini resmi kembali dikelola dalam kerangka hukum yang jelas.
Kepala Kejari Bondowoso, Dzakiyul Fikri, menegaskan bahwa pihaknya sering menerima laporan dan permintaan bantuan penyelesaian masalah aset negara, termasuk yang dimiliki Perhutani. Berdasarkan kajian hukum, ditemukan fakta bahwa sebagian warga menguasai lahan tanpa dasar penguasaan yang sah.
“Kasus Karanganyar sudah kami tuntaskan melalui PKS, dan di Grujugan kami lakukan pembinaan agar pengelolaan lahan sesuai peraturan perundang-undangan. Ini adalah hasil kolaborasi antara Kejari dan Perhutani pasca penyelesaian aset Sumberwaru dan Karanganyar,” jelasnya.
Fikri menekankan, kemitraan ini bukan sekadar administrasi, tetapi menjadi bentuk nyata sinergi penegakan hukum dan pembangunan daerah. Melalui PKS, lahan negara tidak lagi menjadi objek sengketa, melainkan aset produktif yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.

Dengan kerja sama ini, Bondowoso memiliki model pengelolaan lahan hutan yang menyeimbangkan aspek legalitas, produktivitas ekonomi, dan kelestarian alam. Ke depan, pola seperti ini diharapkan bisa diterapkan di wilayah lain yang memiliki potensi serupa.
(Red/Tim Biro Siti Jenar Group Multimedia Bondowoso Jatim)