Isu.co.id Situbondo, Senin 23 Juni 2025 — Penahanan terhadap mantan Bupati Situbondo Karna Suswandi dan mantan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPP, Eko Prionggo Jati, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah berjalan lebih dari lima bulan. Keduanya ditahan atas dugaan menerima gratifikasi dan mengatur proyek pembangunan daerah di Kabupaten Situbondo. Namun hingga saat ini, pihak pemberi suap yang disebut-sebut telah menyetorkan miliaran rupiah belum juga dijerat hukum.

Situasi ini menimbulkan sorotan tajam dari berbagai kalangan masyarakat, terutama aktivis antikorupsi dan pemerhati hukum. Mereka menilai penanganan KPK terkesan tebang pilih dan menyisakan ruang kecurigaan atas keberpihakan dalam proses penyidikan.
Gratifikasi Terstruktur: Karna Minta 10 Persen, Eko Tagih 7,5 Persen.
Dugaan praktik suap bermula dari penandatanganan pinjaman daerah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) oleh Karna Suswandi pada 2021. Meski awalnya direncanakan untuk proyek konstruksi, pada tahun 2022 dana PEN tidak digunakan. Sebagai gantinya, Pemkab Situbondo memanfaatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk berbagai proyek di Dinas PUPP.
Namun di balik proyek-proyek tersebut, terungkap adanya praktik sistematis permintaan fee dari para rekanan. Karna diduga mematok “ijon” sebesar 10 persen dari nilai proyek kepada para kontraktor yang akan dimenangkan dalam proses lelang. Instruksi Karna ini dilaksanakan oleh Eko Prionggo Jati yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dengan memerintahkan stafnya untuk mengatur pemenang lelang sesuai arahan.
Setelah proyek cair, Eko kembali menagih fee sebesar 7,5 persen dari nilai kontrak kepada rekanan. Menurut hasil penyidikan KPK, total aliran uang “ijon” yang diterima jaringan Karna mencapai Rp5,575 miliar, sementara Eko tercatat menerima Rp811 juta, baik secara langsung maupun melalui bawahannya.
LSM Siti Jenar: “KPK Harus Tangkap Juga Para Pemberi Suap!”
Ketua Umum LSM SITI JENAR, Eko Febrianto, yang dikenal sebagai aktivis antikorupsi paling vokal di Situbondo, mengecam keras sikap KPK yang dinilai hanya fokus menindak penerima suap, namun belum menyentuh para pemberinya.
“Yang menerima sudah ditahan sejak Januari. Tapi bagaimana dengan rekanan yang memberi uang miliaran rupiah itu? Kenapa mereka tidak juga ditangkap? Ini menimbulkan kecurigaan serius terhadap independensi KPK,” ujar Eko dalam wawancara bersama Tim Investigasi Sitijenarnews Group.
Eko menegaskan bahwa sejak 2 Mei 2022, LSM Siti Jenar telah melaporkan indikasi keterlibatan Karna dan Eko dalam pengaturan proyek ke Gedung Merah Putih KPK. Bukti-bukti yang diserahkan, termasuk skema permintaan fee dan daftar rekanan yang diduga terlibat, telah diperkuat dengan temuan KPK sendiri.
“Karna minta ijon, Eko atur proyek, rekanan bayar. Ini bukan korupsi individu, ini sistem. Kalau hanya Karna dan Eko yang dipenjara, itu tidak adil. Rekanan penyuap harus ditangkap juga, jangan dilindungi,” imbuh Eko dengan nada kecewa.
Praktisi Hukum: Penyuap dan Penerima Harus Sama-sama Dijerat.
Praktisi hukum asal Situbondo, Lukman Hakim, S.H., juga angkat suara. Ia menegaskan bahwa dalam hukum pemberantasan tindak pidana korupsi, baik pemberi maupun penerima gratifikasi sama-sama harus bertanggung jawab secara pidana.
“Kalau hanya penerima yang dijerat, sedangkan pemberi dibiarkan, maka hukum telah kehilangan nyali. Ini bukan penegakan hukum, tapi pembiaran. Hukum harus ditegakkan setara, tanpa kompromi,” ujar Lukman.
Ia menambahkan, pembiaran terhadap para penyuap akan memberi sinyal buruk kepada publik dan membuat pemberantasan korupsi kehilangan wibawa. Lukman mendesak agar KPK segera bertindak untuk memproses para rekanan yang terlibat.
KPK: Proses Masih Berlangsung, Publik Diminta Bersabar.
Menanggapi sorotan tersebut, Juru Bicara KPK Budy Prasetyo menyampaikan bahwa penyidikan kasus ini masih berjalan dan terus dikembangkan. Ia menyatakan bahwa penetapan tersangka baru akan dilakukan sesuai hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti yang cukup.
“Kami berkomitmen untuk menuntaskan perkara ini dan menegakkan keadilan secara utuh. Semua pihak yang terlibat akan diproses sesuai hukum. Kami mohon masyarakat bersabar,” ujar Budy melalui pesan WhatsApp.
Namun hingga kini, pernyataan tersebut belum diikuti dengan langkah hukum nyata terhadap para pemberi suap. Akibatnya, persepsi publik bahwa KPK “masuk angin” atau bersikap lunak terhadap pihak-pihak tertentu, semakin menguat.
Publik Menunggu Bukti, Bukan Janji:
Skandal korupsi ini bukan hanya soal dua pejabat yang menyalahgunakan jabatan. Ini menyangkut jaringan kekuasaan dan relasi bisnis yang terbangun dari praktik suap. Ketika hanya penerima yang dijerat dan pemberi dibiarkan, maka penegakan hukum menjadi berat sebelah, bahkan melukai rasa keadilan masyarakat.
“Kalau KPK tidak bisa tangkap penyuap, ya bebaskan saja Karna dan Eko. Biar adil. Masak hanya yang menerima dihukum, yang memberi dibiarkan? Ini hukum macam apa?” tegas Eko Febrianto menutup sesi wawancaranya.

Kini, seluruh mata publik tertuju pada KPK. Apakah lembaga ini akan membuktikan integritasnya dengan menindak seluruh pihak yang terlibat? Atau justru membiarkan praktik ketidakadilan hukum berlangsung di depan mata rakyat?
Redaksi | Tim Biro Investigasi Pusat Sitijenarnews Group