Isu.co.id Situbondo, Rabu 16 Juli 2025 : Eksekusi lahan di Desa Banyuglugur, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, akhirnya dilakukan dengan tertib dan aman oleh juru sita Pengadilan Negeri Situbondo, Rabu pagi (16/7). Proses eksekusi ini berlangsung di bawah pengawalan ketat dari aparat gabungan Polres Situbondo, Kodim 0823/Situbondo, serta perwakilan Kejaksaan Negeri. Objek eksekusi berupa sebidang tanah beserta bangunan di atasnya yang sebelumnya tercatat atas nama Moh. Zaini, seorang debitur dalam perkara utang piutang yang gagal dilunasi.
Eksekusi ini bukan keputusan seketika. Ia merupakan buah panjang dari proses hukum yang berlangsung sesuai prosedur, melalui tahapan-tahapan legal yang sah dan transparan. Dalam perkara tersebut, Moh. Zaini diketahui menjadikan tanah miliknya sebagai jaminan utang. Namun, karena wanprestasi atau kelalaian dalam pelunasan, pihak kreditur membawa kasus ini ke jalur hukum. Aset jaminan kemudian dilelang secara resmi melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dan dimenangkan oleh Hj. Suwaena—seorang warga yang bertindak sebagai pembeli sah dengan itikad baik.
Pihak tergugat sempat mengajukan gugatan perlawanan terhadap proses lelang, yang teregistrasi dalam perkara perdata nomor 56/Pdt.G/2025/PN Sbd di Pengadilan Negeri Situbondo. Namun gugatan tersebut ditolak secara keseluruhan oleh majelis hakim. Penolakan ini menandai bahwa tidak ada lagi celah upaya hukum yang sah untuk menunda atau menggagalkan proses eksekusi.
Kuasa hukum pemohon eksekusi, H. Ricky, menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi ini bukanlah bentuk pemaksaan, melainkan wujud penegakan hukum berdasarkan keputusan pengadilan yang telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Semua proses sudah sesuai ketentuan. Sertifikat hak atas tanah telah sah dan legal berpindah tangan ke klien kami. Eksekusi ini adalah bentuk nyata implementasi dari hukum yang harus dihormati,” ujarnya saat diwawancarai di lokasi.
Penetapan eksekusi oleh pengadilan dilakukan merujuk pada Pasal 195 HIR/211 RBg jo. Pasal 196 HIR/212 RBg, yang memberikan dasar hukum bagi pengadilan untuk mengeksekusi putusan perdata yang bersifat final. Dalam hal ini, pengadilan menegaskan bahwa pembeli lelang memiliki hak penuh atas tanah tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, serta regulasi lelang dari Kementerian Keuangan.
Namun yang membedakan eksekusi kali ini dengan banyak kasus lainnya adalah adanya pendekatan kemanusiaan. Pihak pemohon eksekusi, meski berdiri di atas dasar hukum yang kuat, tetap mempertimbangkan kondisi sosial keluarga tergugat. Apalagi diketahui di rumah tersebut terdapat bayi yang baru lahir. Maka, sebagai bentuk kepedulian, mereka menyediakan tempat tinggal sementara untuk keluarga yang tereksekusi.

“Kami ingin menunjukkan bahwa penegakan hukum bisa berjalan beriringan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi tentang bagaimana hukum dijalankan dengan adil dan bermartabat,” tambah H. Ricky.
Proses eksekusi berjalan tertib, tanpa perlawanan fisik, meski suasana emosional sempat mewarnai beberapa saat sebelum petugas memasuki rumah. Aparat keamanan bertindak persuasif dan mengutamakan dialog untuk menghindari bentrokan.
Eksekusi ini menjadi cerminan dari sistem hukum yang bekerja secara efektif. Negara, melalui lembaga peradilan dan aparat penegak hukum, menunjukkan kesungguhan dalam melindungi hak-hak para pihak, baik kreditur maupun pembeli sah lelang. Dalam konteks yang lebih luas, ini merupakan pembelajaran publik bahwa perjanjian utang bukan sekadar urusan pribadi, tapi memiliki konsekuensi hukum yang bisa berdampak besar bila diabaikan.

Melalui penanganan yang terukur, profesional, dan berempati, eksekusi lahan di Banyuglugur menjadi contoh baik dari pelaksanaan hukum di tingkat lokal—bahwa keadilan bisa ditegakkan tanpa menanggalkan sisi kemanusiaan.
(Sub_panpiko – Biro Siti Jenar Group Multimedia)